SEKOLAH KLUSTER KECEMERLANGAN


Pages

Subscribe

Friday, March 28

Sollu ala Nabi- Kiriman Diana

Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut. Sebuah kisah tentang
cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan
mengepakkan sayap. Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah,

"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.

Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya.Kuwariskan dua perkara pada kalian,

Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai
aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah(SAW) yang
tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik
turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan
Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang,
saatnya sudah tiba.

"Rasulullah(SAW) akan meninggalkan kita semua,"
keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai
menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah(SAW) yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun
dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana
pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah(SAW) masih tertutup.
Sedang didalamnya,Rasulullah(SAW) sedang terbaring lemah dengan
keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi
alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka
mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang.
> >
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara,
dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,"
kata Rasulullah,(SAW). Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah
Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut
ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.


"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?"
Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega,
matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali
umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit
yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa
maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak
bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran
untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.
Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka

Semoga kita dpt i'tibar dan sampaikan pada yang lain...

0 sila komen disini: